Melihat Indonesia Melalui Kacamata Kakek

Wuih…. Acara di tv buat bosen…
Siang diisi tentang berita criminal mulai dari pembunuhan, perampokan, orang-orang meninggal setelah meminum miras oplosan dan malamnya diisi dengan beberapa orang yang mengumbar janji….
*whuff*

Indonesia ku.. Indonesia ku…
Semakin lama bukan mengarah kearah yang baik, malah sebaliknya…
Bagaimana tidak, banyak orang yang merasa gerah dengan perekonomian Indonesia, yang akhirnya memaksa mereka melakukan apa saja untuk memenuhi kebutuhan perut mereka dan keluarganya. Hal ini bukan hanya dilakukan oleh orang-orang susah saja, orang-orang yang sudah memiliki kehdupan yang layak pun melakukan hal tersebut.

Di Indonesia sebenarnya banyak sekali orang pintarnya. Namun kepintaran yang dimiliki tidak jarang digunakan hanya untuk kepentingan dirinya sendiri maupun golongannya. Salah satu putera bangsa yang saya salut adalah rekan kita David Hartanto (Alm). Karena kejeniusannya dalm menemukan kecanggihan tekhnologi, akhirnya dia dibunuh.
Sayang sekali memang, tapi apa yang dilakukan pemerintah kita? Saya lihat tidak ada. Apakah pemerintah kita sangat takut untuk mengambil resiko bila melakukan pembelaan terhadap mendiang David?
Apakah ini balasan yang pantas buat putera bangsa yang nantinya akan mengharumkan negeri ini?

Sebenarnya bukan ini yang ingin saya bahas, tapi kepintaran yang salah digunakan oleh orang-orang jenius di negeri ini.
Banyak anak-anak bangsa yang menempuh pendidikan di luar negeri. Dengan harapan memperoleh pendidikan yang lebih baik. Memang kita tidak bisa memungkiri bahwa pendidikan di Indonesia ini sangat jauh dari kurang (entah itu pendidiknya atau yang dididik sehingga kualitas SDM kita hanya bisa meng-iyakan atasan), namun setelah mereka kembali dari pendidikannya dan mencoba mengaplikasikan apa yang selama ini telah mereka dapat, dan yang terjadi pengaplikasian dari ilmu mereka pun tidak bisa membawa bangsa ini ke arah yang lebih baik. Hal ini bila ditelusuri kita akan mendapat benang merahnya, yaitu ilmu yang mereka terapkan (kapitalis) di Indonesia tidak jauh beda dengan Negara-negara penganut paham globalisasi. Sehingga menimbulkan bahwa mereka tampak seperti mendukung globalisasi tanpa melihat kemampuan Negara sendiri. Kenyataannya mereka telihat seperti ada yang mereka harapkan atas pemikiran mereka *tidak lain profit maximization*. Hal yang sangat disayangkan adalah Indonesia ternyata lebih mengutamakan anak bangsa lulusan dari luar negeri. Harapan mereka, perusahaan ataupun Negara ini akan memperoleh perbaikan ekonomi dengan merekrut mereka menjadi karyawan.
Tapi kenyataannya, ilmu yang diterapkan sangat salah. Indonesia belum mampu bila diterapkan ilmu-ilmu dari negeri asing. Contohnya ilmu ekonomi, apakah ekonomi Negara kita ini sama dengan ekonomi Negara asing?
Indonesia itu adalah Negara agraris yang sangat tepat bila diterapkan ilmu Ekonomi Kerakyatan, yang mana ilmu tersebut lebih mengoptimalkan pembangunan sektor riil. Tapi pada kenyataannya, Indonesia malah mengembangkan sektor industrinya. Hal ini dikarenakan oleh asumsi para ahli ekonomi yang menimba ilmu di Negara asing bahwa Negara akan memperoleh perbaikan ekonomi dan mampu menghadapi globalisasi bila mengembangkan sektor industrinya. Tidak salah memang dengan menerapkan pembangunan sector industri, tapi yang terjadi di Indonesia pengembangan sector tersebut malah mematikan sector lain sehingga perekonomian Indonesia mengalami pertumbuhan yang lambat dan menyebabkan kaum pemilik modal semakin berkuasa karena keuntungan yang didapat sangat besar.

Seperti yang kita ketaui bahwa dalam pencalonan presiden Negara ini, ada salah satu calon presiden yang mengusung pakar ekonomi untuk menjadi wakil presidenya. Harapan beliau mungkin akan terjadinya pertumbuhan ekonomi sebesar 7%seperti yang dijanjikan dalam kampanye beliau. Tapi perlu kita telusuri siapa pakar ekonomi tersebut. Beliau memang ahli ekonomi, tapi beliau lulusan dari unversitas di Negara sebelah. Dan kemampuannya di bidang ekonomi makro, yang mana lebih menutamakan perdagangan dan pengembangan industri untuk merealisasikan pertumbuhan ekonomi 7% tersebut.
Apakah cocok bila diterapkan di Indonesia? Pertumbuhan sebesar 7% mungkin terjadi, tapi kita tidak boleh terkesima, kita perlu mencermati apakah pertumbuhan ekonomi sebesar itu menimbulkan terjadinya pembangunan ekonomi sebesar 7% juga.
Kebanyakan masyarakat Indonesia mudah terpukau dengan berita bahwa ekonomi telah tumbuh sekian persen, masyarakat begitu takjub saat tahu bahwa ekonomi Indonesia bisa tumbuh dengan sedemikian tingginya. Seperti yang terjadi pada kepemimpinan presiden kita yang sekarang ini, beliau beserta golonganya mengemukakan bahwa ekonomi kita mengalami pertumbuhan. Tapi yang saya cermati, pertumbuhan yang terjadi tidak mengikuti pembangunan ekonomi, sehingga tampak seperti balon yang besar dan dapat terbang tinggi, tapi bila pecah tidak ada isinya.
Itulah kenapa Indonesia saat ini dan beberapa waktu ke depan bila masih berasumsi lulusan negeri tidak jauh lebih baik dengan lulusan negeri asing dan bila para pemimpin negeri ini tidak beralih secepatnya untuk mengoptimalkan ekonomi rakyatnya.
Indonesia merupakan Negara yang kaya akan sumber daya alamnya maupun sumber daya manusianya, semuanya tersedia di Indonesia. Tapi kenapa semua yang ada malah dikelola oleh orang asing.
Intinya sebaiknya masyarakat Indonesia harus lebih cermat terhadap keadaan yang terjadi di Indonesia maupun calon pemimpin bangsa ini.

Inilah mengapa, saya membuat judul Melihat Indonesia Melalui Kacamata Kakek. Kalian semua pasti pernah mencoba sesekali menggunakan kacamata kakek kalian bukan? Apakah kalian bias melihat jelas? Tentu hasil yang kalian lihat sangat tidak jelas, semua yang dilihat tampak cembung. Sama seperti keadaan di Indonesia saat semua terlihat jelas tapi pada kenyataannya kalau kita lebih cermat, semuanya itu terlihat rancu.

3 komentar:

Anonim 23 Mei 2009 pukul 00.02  

Indonesia itu ajaib loh, walau diterpa krisis ekonomi yang beragam dan berlarut-larut[ini itu ini itu] tapi negara ini ga hancur2....gila khan?
Indonesia sihh belum begitu terpuruk kok, masih banyak negara lain yang lebih payah dari Indoneia. bisa lah dibenahi...kalo generasi sekarangnya mau dan benar2 mau melakukan perubahan.

kritik tanpa berbuat "something real" ga akan ngerubah dan menghasilkan apapun tentang Indonesia,
Contoh aja...misal si A pandai dibidang pengelolaan wisata kebudayaan Indonesia, padahal wisata budaya kita sedang terpuruk. ya itu tugas si A, mau ga dia unjuk gigi dan masuk ke dalam sistem, dan membenahi sistem yang dia [dan masyarakat] anggap kacau. Nah begitu juga di bidang yang lain, pertelevisian, ekonomi, olahraga, sosial, dll...sama.

Indonesia ..bangkitlah dari keterpurukan !! hehe

Jemari Bicara 23 Mei 2009 pukul 00.23  

setuju ama agung...
tapi sayangnya mentalitas bangsa ini taik kucing..
sapa yang punya duit...
sapa yang punya jabatan ato kuasa...
sapa yang punya koneksi lebih banyak...
itulah yang menang...

mentalitas itu dah terdoktrin di setiap anak bayi yang baru lahir di Indonesia...

kapan ya mentalitas itu bisa dirubah??

Anonim 25 Mei 2009 pukul 00.37  

mw perubahan.. pilihlah pemimpin yang negarawan... yang mw kembali ke UUD 45... dan yang menegrti bahwa peran indonesia ini sangat penting bagi negara lain baik itu di bidang ekonomi maupun di bidang lingkungan hidup...
viva Indonesia...

Posting Komentar